Senin, 13 Desember 2010

Legenda Danau Sentani


Danau Sentani yang terletak di Jayapura Papua mempunyai panorama yang sangat indah, ini membuktikan bahwa begitu mulianya keagungan Tuhan dalam menciptakan alam ini, terkhusus Indonesia. Danau yang dapat kita lihat dari tepian jalan perlintasaan antara Jayapura kota dan Sentani ini rupanya mempunyai legenda yang cukup menarik untuk sekedar kita ketahui sebagai tambahan wawasan. Mari kita simak sama-sama....:
Danau Sentani






Konon ada seorang putra pribumi bernama Haboi, penduduk kampung Yomoko yang terletak di atas bukit dekat Dondai. Kampung ini dipimpin oleh Ondofolo bernama Wally. Suatu ketika cuaca di daerah tersebut tiba-tiba mendung, langit menjadi semakin kelam, hingga suasana menjadi gelap, walau di siang hari. Menghadapi situasi ini, penduduk Yomoko berunding dan bersepakat untuk mendorong langit ke atas dan bumi tetap pada  tempatnya, dengan harapan ada cahaya terang di bumi. Pada saat itu, Haboi memperhatikan dengan seksama tentang keadan orang-orang di Kampung Yamoko, dan ternyata mereka rata-rata sudah tidak mempunyai air dan api untuk dapat hidup layak sebagai manusia. Oleh karena itu, Haboi dan Ondofolo Wally mengambil sebuah gelang kristal yang disebutnya “EBA”  dan tiga butir manik-manik yang disebutnya “HAWA, HAY dan NARO”. Kemudian kedua orang ini bertekad menghadap Dobonai, penguasa hak atas air yang berdiam di Puncak Gunung Dobonsolo. Suatu ketika di pagi yang cerah, Haboi berjalan menuruni Bukit Yomoko memasuki hutan dataran rendah ke utara kemudian mendaki, menyusuri jalan setapak dalam rimba Pegunungan Cycloops diikuti oleh Ondofolo Wally. Tiba-tiba tanpa sepengetahuan mereka, di Puncak Gunung Dobonsolo, seekor burung Emien milik Dobonai memberikan isyarat (melaporkan) kedatangan mereka kepada penguasa air itu. Kemudian burung tersebut ditugaskan oleh Dobonai untuk menjemput Haboi dan Ondofolo Wally. Setelah mereka sampai dihadapan Doboni, dan mereka saling berbincang, maka Haboy dan Ondofolo Wally menyapaikan niat dan maksut kedatangannya, yaitu ingin membeli air pada Dobonai. Kemudian  Dobonai menyetujuinya dengan syarat mereka harus melakukan pembayaran melalui dua orang yang akan ditunjuk oleh Dobonai sebelum Hobai dan Ondofolo Welly mengambil air. Kedua orang yang ditunjuk Dobonai masing-masing bernama Dukumbuluh dan Roboniwai. Kemudian Haboi dan Ondofolo Wally pergi menghadap dua orang itu, namun mereka melakukan kekeliruan ketika menyerahkan alat pembayaran yang mereka bawa. Gelang eba yang bernilai paling mahal diserahkan kepada Roboniwai dan manik-manik yang bernilai murah diberikan kepada Dukumbuluh. Dalam struktur fungsi kekuasaan para penguasa air di Gunung Dobonsolo, Dukumbuluh memiliki posisi atas/tua, sedangkan Roboniwai memiliki kewenangan di bawahnya karena usia yang masih muda. Akibat dari kekeliruan Haboi dan Ondofolo Wally, Dukumbuluh menjadi berang sehingga mengakibatkan guruh dan halilintar disertai hujan badai yang sangat deras.
Setelah kondisi itu diatasi, maka keempat orang tersebut pergi menghadap Dobonai. Haboi dan Ondofolo Wally membawa ember kecil yang terbuat dari daun (habu). Kemudian Dobonai membawa mereka ke suatu tempat terbuka yang berisi air yang sangat keruh. Haboi dan Ondofolo Wally tidak bersedia menerima air keruh. Oleh karena itu, Dobonai mengantar mereka ke tempat lain yang biasa digunakan sebagai tempat pemandian. Mereka tetap menolak air dari kolam tempat mandi Dobonai yang dianggap masih tergolong air kotor. Akhirnya Dobonai membuka tempat sumber air minum yang jernih. Kebetulan ada seekor ikan yang disebut Ikan Yowi di dalam air bening itu. Mereka mengisi ember daun miliknya dengan air dan ikan tersebut. Dobonai menutup ember agar air tidak tumpah sambil berpesan agar selama dalam perjalanan pulang, tidak boleh berburu. Semua perlengkapan berburu diikat erat-erat agar tidak dapat digunakan.
Dalam perjalanan pulang, Haboi dan Ondofolo Wally melihat seekor babi hutan yang sangat besar. Mereka tergoda dan menurunkan ember daun yang berisi air tadi, dan meletakannya di atas tanah, kemudian mencoba membuka peralatan berburunya untuk memanah babi namun tanpa disadari ember daunnya pecah, sehingga air di dalamnya tumpah menjadi air bah yang akhirnya menghanyutkan keduanya dari tengah Gunung Dobonsolo. Haboi dan Ondofolo Wally berusaha menghentikan derasnya air bah tersebut dengan membenamkan ujung sebilah pisau belati yang terbuat dari tulang hewan ke tanah. Dan akhirnya air bah tersebut masuk ke arah tikaman pisau belati, namun kemudian keluar lagi dan memenuhi seluruh dataran rendah, bekas air bah itu membentuk sebuah danau besar di hadapan mereka. Dan perjalanan pulang Haboi dan Ondofolo Wally ke Yomoko menghalangi oleh air danau, karena itu mereka menebang sebatang pohon kemudian dibentuk menjadi sebuah perahu dan dayung untuk mengantar keduanya pulang ke kampung Bukit Yomoko.
Setiba di Yomoko, mereka melihat air danau tersebut ternyata sangat keruh, hingga akhirnya Haboi memerintahkan anak sulung Ondofolo Wally untuk menyelam ke dalam air, namun anak itu terbenam ke dalam air bercampur dengan lumut dan lumpur tanah, dan jazadnya hanyut ke Kampung Yakonde, dan berputar kembali sampai ke Kampung Puai dan Sungai Jaifuri, bahkan konon menurut cerita ini sampai ke Sungai Skamto dan Tami di timur kemudian kembali memasuki danau di sekitar Kampung Puai. Haboi dan keluarga Ondofolo Wally mencari jenazah anak itu dan menemukannya dalam keadaan terapung di permukaan air danau dekat Puai. Haboi meminta istri Ondofolo Wally mendekati jazad anaknya, tetapi dia juga ikut tenggelam dan meninggal dunia bersama puteranya itu. Akhirnya, Haboi dan Ondofolo Wally pulang ke Yamoko tanpa membawa pulang jazad dua orang yang dikasihinya. Dan danau tersebut saat ini di kenal dengan nama danau Sentani.  
*Sumber: Buku Cerita Rakyat Papua (Yang Terhempas Dalam Goncangan Peradaban). Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Penerbit Arika Thn. 2009.
»»  selengkapnya....